Klasifikasi
1) Pre-eklamsia
ringan
Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala
ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala
klinis pre eklamsi ringan meliputi :
a) Kenaikan
tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari
tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140
mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b) Edema pada
pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c) Proteinuria
secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif
positif 2.
d) Tidak disertai
gangguan fungsi organ
2)
Pre-eklamsia berat
Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat :
a) Tekanan darah sistolik >160 dan
diastolik >110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau
positif 3 atau positif 4
c) Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai
dengan :
d) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari
500 cc per 24 jam.
e) Adanya gangguan serebral, gangguan
visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
f) Terdapat edema paru dan sianosis.
g) Gangguan perkembangan intra uterin
h) Trombosit < 100.000/mm3
5.
Gejala pre eklamsia
Biasanya
gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang lebih,
diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia ringan
tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun menurut rukiyah (2010)
mengatakan :
1) Pre eklamsia
Ringan
a) Kenaikan
tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih
b) Kenaikan
tekanan diastole15 mmHg atau lebih
dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c) Protein urin
secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif
positif 2
d) Edema pada
pretebia, dinding abdomen, lumbosakral,
dan wajah
2) Pre eklamsia
Berat
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c) Peningkatan kadar enzim hati/ikterus
d) Trombosit < 100.000/mm3
e) Oligouria < 400 ml/24 jam
f) Protein urin > 3 gr/liter
g) Nyeri epigastrium
h) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri
frontal yang berat
j) Edema pulmonum
6.
Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Winkjasastro Hanifa (2006)
pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara
lain :
1) Perubahan
anatomi patologik
a.Plasenta
Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua
dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal
sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya
dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis
dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada pre
eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium,
sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh
darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai
necrotizing arteriopathi.
b.Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai
ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan
pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan glomerulus; 2) hiperplasia
sel-sel jukstaglomerulus; 3) kelainan pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme
pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai
berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop
biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah,
tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh
bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen
menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan
dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah
dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah.
Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak
regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada
hubungannya dengan retensi garam dan air.
c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan
tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan
mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai
thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun
umumnya lokasi ialah periportal,
namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam
pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas
perubahan hati.
d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus
pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena
tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada
diskus optikus dan retina. Ablasioretina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya baik karena
retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan dan eksudat
jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan tersebut menunjukkan
adanya hipertensi menahun.
f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan
karena bronkopnemonia sebagai akibat
aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.
g.Jantung
Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsi
jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling
serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958) menggambarkan pendarahan
subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua
pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah
timbulnya penyakit.
h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa
pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
2) Perubahan
fisiologi patologik
a.Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darh ke plasenta
mengakibatkan disfungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan
janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin
sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan
pada pre eklamsia dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus prematurus.
b.Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan
oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi
glomerulus mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan
dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi air garam dan air.
Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat
perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal penyerapan ini meningkat
sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus
akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus
menurun, yang menyebabkan retensi garm dan dengan demikian juga retensi air.
Peranan kelenjar adrenal dalam retensi garam dan air belum diketahui benar.
Fungsi ginjal pada pre eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari
clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal,
sehingga menyebabkan dieresis turun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
atau anuria.
c.Perubahan pada retina
Pada pre eklampsia tampak edema
retina, spasmus setempat atau enyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang
terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan
penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre eklampsia,
kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun atau penyakit ginjal.
Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya pre eklampsia berat;
walaupun demikian, vasopasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre eklampsia
ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai
dengan buta sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan
segera. Biasanya setelah persalinan berakhir. Retina melekat lagi dalam 2 hari
sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma,
diplopia dan ambliopia pada penderita pre eklampsia merupakan gejala yang
menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
d.Perubahan pada Paru – paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan
eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan decompensasi
cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.
e.Perubahan pada otak
Mc Call melaporkan bahwa resistensi
pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi
pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen
pada pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak hanya
menurun pada eklampsia.
f. Metabolisme air dan Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre
eklampsia dan eklampsia tidak hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini
pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini,
yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering
bertambah edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.
Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan
akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan
penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium dalam badan
lebih banyak pada penderita pre eklampsia daripada wanita hail biasa atau
penderita hipertensi menahun. Penderita pre eklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolid, kristaloid dan protein
dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre eklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal. Gula darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia,
kejang-kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum
laktikum dan asam organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga
menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic dioksida
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbonas natrikus. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh
beberapa penulis kadar asam urat dalam darah dipakai sebagai parameter untuk
menentukan proses pre eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal
asam urat melewati glemorulus dengan
sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti
proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya
perubahan pada glomerulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna
oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus
kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus menyebabkan filtrasi
asam urat mengurang, sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Akan tetapi,
kadar asam urat yang tinggi tidak selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian
diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat meningkat. Kadar keratin
dan ureum pada pre eklampsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria
atau anuria. Protein serumtotal, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada pre eklampsia, kecuali pada penyakit
yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat dengan nyata.
Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre eklampsia. Waktu pembekuan lebih
pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
7.
Frekuensi
Ada
yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada
kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan
sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
Menurut Winkjosastro Hanifa (2006)
Frekuensi pre eklamsia pada tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan
kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi
dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre eklamsia
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multi gravida, hidrops fetalis, umur >
35 tahun, dan obesitas merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya
pre eklamsia.
8.
Faktor resiko pre eklamsia
Menurut Chapman Vicky (2006), factor resiko pre eklamsia :
1) Pre eklamsia 10 kali lebih sering
terjadi pada primigravida
2) Kehamialn ganda memiliki resiko lebih
dari 2 kali lipat
3) Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh
> 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4) Riwayat hipertensi
5) Diabetes
6) Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko
kekambuhan)
Menurut Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :
1) Primigravid, multi para (Mitayani, 2009)
2) Usia < 20 atau > 35 tahun
3) Obesitas
5) Hipertensi sebelumnya
6) Kehamilan mola
7) Kehamilan ganda
9) Pre eklamsia pada kehamilan
sebelumnya
9.
Diagnosis
Menurut Mitayani (2009), diagnosis
di tegakkan berdasarkan :
1. Wawancara
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat
kesehatan dahulu
a) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi
sebelum hamil
b) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat pre eklamsia
pada kehamilan terdahulu
c) Biasanya mudah terjadi pada ibu yang obesitas
d) Ibu mungkin pernah menderita ginjal kronis
2) Riwayat
kesehatan sekarang
a) Ibu merasakan sakit kepala di daerah
frontal
b) Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium
c) Gangguan virus : pandangan mata kabur,
skotoma dan diplopia
d) Mual dan muntah, tidaka da nafsu makan
e) Gangguan serebral lain misal: refleks tinggi
dan tidak tenang
f) Edema pada ekstremitas
g) Tengkuk terasa berat
h) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu
Penanganan Preeklamsia ringan
menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang
timbul yakni :
1. Pre Eklamsia Ringan
a) Penatalaksanaan
rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak
istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberian
sedativa ringan : tablet phenobarbital
3×30 mg atau diazepam 3×2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter);
roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b) Penatalaksanaan
rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan
minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari
gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu
selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila setelah satu minggu
perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai
preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan
sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat
selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien
preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila
desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai
aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama
perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau
lebih.
b) Kehamilan aterm
(37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan
atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal taksiran
persalinan
c) Cara
persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek
kala II.
2.Pre eklamsia Berat
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi : 1). Perawatan aktif yaitu kehamilan
segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal; 2) Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
1) Perawatan
aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan indikasi
salah satu atau lebih yakni :
a) Ibu: Usia
kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda impending eklamsia,
kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi
kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada
gejala – gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b) Janin: Hasil
fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda IUGR
c) Hasil
laboratorium: Adanya HELLP syndrome
2) Pengobatan
medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu segera
masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30
menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup
protein, rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4
diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah
jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3) Antihapertensi
diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol lebih 110 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105
mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi plasenta dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi
pada umumnya.
4) Bila dibutuhkan
penurunan tekanan darah secepatnya diberikan obat–obat antihipertensi
parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan dengan tekanan darah.
5) Bila tidak
tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet anti hipertensi
secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.
6) Pengobatan
jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah jantung
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
7) Lain – lain :
Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik diberikan bila
suhu rectal 38,5ºC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik
diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti nyeri
bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus dapat diberikan
petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin
lahir.
11.
Pencegahan
Pada
umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi.
Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah :
1) Meningkatkan
jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil muda.
2) Mencari pada
tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya segera bila ditemukan
3) Mengakhiri
kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat
tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah, 2010)
12.
Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini yang bisa
terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
1) Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre eklamsia
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu
dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darh merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita eklamsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklamsia.
5) Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang terjadi pada retina.
Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6) Edema Paru – Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan
karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses
paru – paru.
7) Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre eklamsia/eklamsia
merupakan akibat vasopasme arteriole
umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi juga dapat terjadi pada
penyakit lain. Kerusakan sel – sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal
hati, terutama penentuan enzim–enzimnya.
8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan
fungsi hati, hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala
subyektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat
kerusakan membrane eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Trombositopenia (,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did inding vaskuler),
kerusakan tromboksan (vasokonstriktor
kuat), lisosom.
9) Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.
10) Komplikasi Lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang – kejang pneumoni aspirasi dan DIC
(disseminated intravascular coagulation)
11) Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin
adalah :
Janin yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam
rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi
karena pembuluh darh yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit, karena
buruknya nutrisi pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi
dengan berat lahir rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang bulan (prematuritas),
komplikasi lanjut dari prematuritas adalh keterlambatan belajar, epilepsy,
serebral palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan, bayi saat
dilahirkan asfiksia, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adsence. 2012. http://www.jurnalskripsi.net/hubungan-paritas-dan-usia-ibu-dengan-kejadian-pre-eklampsia-berat-peb/2012/4873/
(Diakses tanggal 06 April 2012 )
2.
Angsar, 2008 http://www.google.com
(Diakses tanggal 06 April 2012)
3.
Arikunto, Suharsini.2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Rineka Cipta
4.
Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku
Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
5.
Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku
Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC
6.
Chapman, Vicky. 2006. Asuhan
Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta: EGC
7.
Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005.
Obstetri Williams. Jakarta : EGC
8.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Riset
Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:Salemba Medika
9.
Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat
Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.
Jakarta : EGC
10.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
11.
Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis
Obstetri. Jakarta : EGC
12.
Notoatmodjo,Soekidjo. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta
13.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
14.
Rozikhan.2007. http://www.google.com
(Diakses tanggal 06 April 2012 )
15.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan
Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
16.
Suyanto dan Ummi Salamah. 2009.
Riset Kebidanan Metodologi Dan Aplikasi. Jogjakarta:Mitra Cendekia
17.
Woro, Dyah. 2012. http://alumni.unair.ac.id/detail.php?id=59119&faktas
=Kedokteran (Diakses tanggal 03 April 2012 )
18.
Winkjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
19.
Yeyeh, Rukiyah. 2010. Asuhan
Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Media
Anda juga dapat melihatnya di BLOG saya yang lain : KLIK DISINI
Anda juga dapat melihatnya di BLOG saya yang lain : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar